Kamis, 03 Juli 2008

Pengertian Ekologi Budaya

oleh Kurniawan

Ekologi Budaya adalah sebuah cara pandang memahami persoalan lingkungan hidup dalam perpektif budaya. Atau sebaliknya, bagaimana memahami kebudayaan dalam perspektif lingkungan hidup. Ulang-alik antara lingkungan hidup (ekologi) dan budaya itulah yang menjadi bidang garap Ekologi Budaya, atau disingkat Elbud. Ekologi budaya muncul sebagai hasil kerja Carl Sauer pada geografi dan pemikiran dalam antropologi. Ekologi budaya mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan alamnya.
Suatu ciri dalam ekologi budaya adalah perhatian mengenai adaptasi pada dua tataran: pertama sehubungan dengan cara system budaya berdaptasi terhadap lingkungan totalnya, dan kedua sebagai konsep adaptasi sistemik, perhatian terhadap cara institusi-institusi dalam suatu budaya baradaptasi dan saling menyesuaikan diri. Ekolog budaya menyatakan bahwa diperlukannya proses-proses adaptasi akan memungkinkan kita melihat cara kemunculan, pemeliharaan dan transformasi sebagai konfigurasi budaya.
Unit adaptasi makhluk manusia meliputi organisme dan lingkungan yang merupakan suatu ekosistem; yaitu system atau kesatuan yang berfungsi, dan terdiri atas lingkungan fisik berikut berbagai organisme yang hidup di dalamnya. Proses adaptasi telah menghasilkan keseimbangan yang dinamis karena manusia sebagai bagian dari salah satu organisme hidup dalam lingkungan fisik tertentu. Melalui kebudayaan yang dimilikinya ia mampu mengembangkan seperangkat system gagasannya, dengan kata lain manusia sebagai salah satu bentuk organisme, melalui system gagasan yang dikembangkan dan dimilikinya, mampu menyesuaikan diri dengan bagian dari ekosistem.
Dalam berdaptasi dengan lingkungan, menurut Steward, manusia memiliki corak yang khas dan unik, salah satunya adalah, proses perkembangan kebudayaan. Proses perkembangannya di berbagai belahan bumi tidak terlepas antara satu dan lainnya; dan bahkan ada beberapa diantaranya yang tampak sejajar terutama pada system mata pencaharian hidup, system kemasyarakatan dan system religi. Hal ini dikarenakan perkembangan yang sejajar di daerah tertentu. Misalnya pada masyarakat berburu; ada kecenderungan mereka hidup di lingkungan alam yang sulit dengan binatang buruan yang hidup terpencar. Agar ia mendapat binatang buruan, mereka harus benar-benar mengenal lingkungan alam tempat mereka berburu. Untuk itu mereka harus hidup berklompok. Karenanya kalau mereka harus mengambil wanita untuk dikawini, mereka harus membawa gadis itu ke dalam kelompoknya.
Apabila dalam suatu lingkungan tertentu jumlah binatang buruan terbatas, ia harus hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Sebaliknya jika daerahnya luas dan jumlah binatang hidup dalam kawanan yang besar dan berpidah-pindah berulang menurut musim, maka jumlah anggota kelompok berburu juga besar. Untuk itu mereka harus mengembangkan pola-pola hubungan dengan kerabat wanita isterinya baik berkaitan dengan pola menetap sesudah nikah maupun adat perkawinannya, ataukah sesame anggota ataukah dengan gadis lain di luar kelompoknya.
Demikian halnya pada kalangan masyarakat yang telah mengenal system pertanian. Tatkala jumlah penduduk sedikit dan tanah masih sangat luas, mereka harus hidup terpencar dalam desa-desa kecil. Apabila jumlah penduduk semakin banyak maka akan terjadi kekurangan tanah sehingga orang tidak lagi dapat begitu saja meninggalkan ladang mereka yang sudah tidak subur. Orang akan terpaksa mengerjakan bidang tanah untuk kurun waktu yang lama. Dan ini hanya mungkin dilakukan jika ada irigasi dan pemupukan.
Pertanian irigasi telah menimbulkan pengelompokan manusia dalam desa-desa kecil yang saling berpencar dan semakin lama desa itu menjadi semakin besar. Pertanian menetap membuat orang menolah tanahnya secara intensif karena itu munculah teknologi-teknologi seperti bajak dan pemanfaatan binatang sebagai pengganti tenaga manusia. Akibatnya terbentuklah struktur masyrakat pada bentuk baru, dan akhirnya berkembang pula irigasi untuk mengolah tanah yang tidak subur. Timbullah system irigasi dengan organisasi dan orang-orang mengatur irigasi dan muncul pula pelapisan masyarakat. Mereka yang mengatur irigasi menjadi yang berkuasa sehingga muncullah adapt yang mengatur antara orang yang berkuasa dengan anggota masyarakat.
Dalam perkembangan kemudian, semakin lama kehidupan mereka semakin kompleks. Sementara itu di kalangan masyarakat juga terjadi atau muncul berbagai ejnis pekerjaan, demikian dan seterusnya. Untuk itu diperlukan aturan yang mengatur hubungan diantara masyarakat.
Demikian ekologi budaya membicarakan interaksi bentuk-bentuk kehidupan dalam suatu ekosistem tertentu dan membahas cara manusia membentuk ekosistem itu sendiri.
Daftar Pustaka

Albert A, David Kaplan, Hari, Dr. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dahler, Franz, Eka Budianta. 2000. Pijar Peradaban Manusia: Denyut Harapan Evolusi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Poerwanto, Hari, Dr. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar: