Kamis, 03 Juli 2008

Metafisika, Asumsi, Peluang, dan Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Kurniawan
1. Metafisika

Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pemikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan, maka metafisika adalah landasan peluncurnya. Dunia sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, ternyata menimbulkan berbagai spekulasi dan tafsiran filsafat tentang hakikatnya.

Tafsiran yang diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat gaib (supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme; dimana manusia percaya akan adanya roh-roh gaib yang terdapat pada benda-benda seperti pohon, batu, dan lain-lain. Animisme mrupakan aliran kepercayaan paling tua dalam sejarah perkembangan budaya manusia.

Sebagai lawan dari supernaturalisme maka terdapat paham naturalisme yang menolak pendapat bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural. Materialisme yang merupakan paham berdasarkan naturalisme berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan diketahui.

Gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia-fisika. Hal ini tidak terlalu menimbulkan permasalahan selama diterapkan pada zat-zat yang mati seperti batuan atau besi. Namun bagaimana dengan makhluk hidup termasuk manusia sendiri? Dalam hal ini kaum yang menganut paham mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik.
Kaum mekanistik melihat gejala alam hanya merupakan gejala kimia – fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substantif dengan proses tersebut diatas.

2. Asumsi

Pada suatu hari, seorang jago tembak kenamaan ditantang oleh seorang petani yang mabuk. Petani itu adalah orang biasa jadi sama sekali bukan tipe jago tembak. Cuma karena mabuk saja dia berani dan berlagak jago tembak. Para Bandar berfikir untuk menetukan pilihan. Pada awalnya semua berfikir untuk memilih jago tembak kenamaan dari pada petani itu. Namun tiba-tiba para Bandar itu mulai berfikir dua kali dalam mengambil keputusan dalm menentuakn pilihan. Mereka berfikir siapa tahu tiba-tiba peluru jagoan itu macet karena setahu mereka biasanya dari 100 peluru, yang satu akan macet ketika digunaka. Walaupun kemungkinannya 1 dibanding 100, hal ini menyebabkan para Bandar merenung lagi. Mereka menduga-duga apakah gejala dalam alam ini akan tunduk kepada determinisme, yakni hukum alam yang besifat universal, ataukah hukum semacam ini tidak terdapat sebab setiap gejala adalah akibat pilihan bebas ataukah keumuman ada namun berupa peluang, sekedar tangkapan probabilistik. Ketiga masalah ini, yakni determinisme, pilihan bebas, dan probabilistik merupakan permasalahan filsafat yang rumit namun menarik.
Apabila hukum yang mengatur kejadian alam tidak ada, maka determinisme, probabilitas dan kehendak bebas tidak akan pernah muncul. Dengan demikian maka tidak akan ada masalah tentang hubungan logam dan panas atau tekanan dan volume. Sehingga ilmu pun tidak akan ada karena ilmu itu mempelajari hukum alam.
Jadi mari kita asumsikan bahwa hokum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi ini maka semua pembicaraan kita akan sia-sia.

3. Peluang
Berdasarkan meteorologi dan geofisika seseorang tidak dapat memastikan bahwa besok hujan atau tidak. Peluang dalam hal ini secara sederhana dapat diperkirakan 0,8 artinya kemungkianannya bahwa besok hujan adalah 8 dari 10. Artinya dari sepuluh ramalan, delapan akan benar –benar hujan dan dua akan meleset.
Pertama harus kita sadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi kita untuk mengambil keputusan, diamana keputusan harus berdasarkan penafsiran kesimpukan ilmiah yang bersifat relatif dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan kita dan bukan di teori-teori keilmuan.
Oleh sebab itu kita mempunyai pengetahuan ilmiah yang menyatakan bahwa sekiranya hari mendung maka terdapat pelung 0.8 hujan maka pengetehuan itu harus kita meletakkan pada permasalahan hidup kita yang mempunyai perspektif dan bobot berbeda.

4. Beberapa Asumsi dalam Ilmu

Kita perlu membuat kotak-kotak dan batsan dalam bentuk asumsi yang kian sempit. Dalam mengembangkan asumsi, harus diperhatikan beberapa hal. Yang pertama, asumsi harus relevan dengan kajian bidang ilmu pengetahuan, asumsi harus operasional dan merupakan dasar pengkajian teoritis. Asumsi bahwa manusia adalah administrasi adalah filfafati tetapi tidak berarti apa-apa dalam penyusunan teori administrasi. Asumsi manusia dalam asdministratif yang bersifat operasional adalah makhluk ekonomis, makhluk social, makhluk aktualisasi diri. Berdasarkan asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi dan praktek administrasi. Asumsi bahwa manusia adalah makhluk administrasi, dalam pengkajian administrasi, akan menyebabkan kita berhenti di situ. Seperti sebuah lingkaran, setelah berputar kita kembali ke tempat semula. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “kedaan sebagaimana adanya “bukan” keadaan sebagaiamana seharusnya.” Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah imiah. Sedangkan asumsi kedua adlah asumsi yang mendasari telaah moral. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan korbanan sekecil-kecilnya. Maka itu sajaalah yang kita jadikan sebagai pegangan tak perlu ditambah dengan sebaiknya begini atrau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi seerti ini digunakan dalam pengambilan kebijakan atau strategi serta penjabaran peraturan lainnya.



5. Batas-batas penjelajahan ilmu

Apakah batas yang merupakan penjelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti dan menyerahkan pengkajian selanjutnya kepada pengetahuan lain? Apakah yang menjadi karakteristik objek kajian ontologis ilmu yang membedakan ilmu dengan pengetehuan-pengetahuan yang lain? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sangat sederhana. Ilmu mulai penjelajahanya pada pengalaman manusia dan berhenti dibatas pengalaman mnusia. Apakah ilmu mempelajari sebab musabab terjadinya manusia ? jawabnya juga tidak, sebab itu berada diluar jangkauan pengalaman kita.
Mengapa ilmu membatasi hal yang berbeda daripengalaman kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri. Yakni sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi maslah-masalah. Yang dihadapinya sehari hari,. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, membikin irigasi, membangkitkan tenaga listrik dan sebagainya. Mengenai hari kemudaain tidak kita tanyakan kepada ilmu melainkan kepada agama.
Ilmu berkembang demikian pesat demikian juga cabang-cabangnya. Tiap cabang kemudiam membuat ranting –ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi ,cahaya, panas, kelistrikan damn magnetisme.





Daftar Pustaka
Jujun. S, 1996. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Santoso, 1979. Agama, Ilmu Penetahuan, dan Masyarakat.. Jakarta: Pustaka.
Wilardjo, 1978. Ilmu dan Humaniora. Jakarta: Gramedia.

Tidak ada komentar: